Selasa, 03 November 2009

Rekaman KPK 4,5 Jam Diputar di Sidang MK, Rekaman Memperlihatkan Adanya Mafioso Peradilan *


SERAHKAN BUKTI REKAMAN: Plt. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Tumpak Hatorangan Panggabean (kanan) menyerahkan sebuah map yang berisi sebuah piringan cakram dan sejumlah transkrip dari rekaman yang diduga berisi pembicaraan melalui telepon antara Anggodo Wijaya, adik tersangka korupsi Anggoro Wijaya, dan sejumlah pihak penegak hukum sebagai barang bukti kepada panitera di sidang lanjutan uji materi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (3/11)



Jakarta
Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) resmi dibuka oleh ketua Mahfud MD. Semua pimpinan KPK hadir dalam sidang yang akan memperdengarkan rekaman yang diduga berisi rekayasa kriminalisasi atas pimpinan KPK itu.
“Hari ini agenda kita adalah untuk mendengarkan keterangan saksi dan ahli sekaligus juga akan mendengarkan rekaman. Silakan kepada hadirin untuk memperkenalkan diri,” ujar Ketua MK Mahfud MD di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (3/11).
Kemudian pimpinan KPK memperkenalkan diri satu per satu mulai dari Ketua plt pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
“Kami dari KPK lima orang pimpinan hadir bersama tim biro hukum dan operator yang kami butuhkan untuk memperdengarkan rekaman,” kata Tumpak.
MK Setuju Bibit & Chandra Hadiri Sidang
Pengacara Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghadirkan kedua pimpinan nonaktif KPK tersebut. Ketua majelis hakim Mahfud MD pun menyetujuinya.
“MK mengizinkan memanggil saksi. Tapi tidak boleh menunda sidang hari ini,” kata Mahfud.
Pengacara Bibit-Chandra, Bambang Widjayanto mengatakan, agar sidang terlebih dahulu mendengarkan saksi dan ahli baru mendengarkan isi rekaman yang diduga berisi skenario penghancur KPK.
“Diusulkan terlebih dahulu didengar saksi dan ahli baru rekaman. Kami sudah mengirimkan ke Bareskrim untuk menghadirkan Bibit-Chandra,” ujar Bambang.
Rekaman Tersegel di Amplop Coklat, Diserahkan Tumpak ke Mahfud
Rekaman dugaan rekayasa kasus kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Rekaman yang tersegel dalam amplop coklat itu diserahkan langsung oleh Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
“Ini tersegel, dan karena ini rahasia maka kami akan membukanya dengan rahasia juga,” kata Tumpak.
Setelah dibuka, Tumpak pun langsung menuju ke arah Ketua Majelis Hakim Mahfud MD untuk menyerahkan rekaman itu. “Jadi ini ada satu cakram (cd) ya dan 7 bendel dengan ketebalan yang berbeda-beda,” kata Mahfud.
Rekaman dugaan rekayasa kriminalisasi atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbentuk 1 cakram (cd). Durasinya sekitar 4,5 jam.
“Itu ada 9 file dan menurut staf di KPK yang telah membuka durasinya sekitar 4,5 jam,” kata Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
9 file tersebut yakni kasus Masaro oleh Anggoro, perincian uang Anggoro oleh Ari Muladi, minta bantuan ke Kejaksaan, pencatutan nama RI 1, minta bantuan LSPK, menyusun dari suap ke pemerasan, lapor buat yang menang dan buat CMH, perhitungan fee pihak terkait, untuk mempengaruhi AM kembali ke BAP awal.
Rekaman Dibuka untuk Umum
Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi mengumumkan akan membuka rekaman dari KPK di persidangan agar didengarkan oleh publik.
“Kami putuskan rekaman ini akan diperdengarkan dalam sidang terbuka untuk umum,” kata Ketua MK Mahfud MD.
Mahfud meminta seluruh hadirin untuk tidak bertepuk tangan, berkomentar ataupun berteriak ‘huuu’ dalam persidangan.
“Untuk pemberitaan, terserah. Itu tanggung jawab masing-masing,” kata Mahfud.
Anggoro Beri Tarif Borongan Rp 5 M untuk Pengacara, Polisi & Jaksa
Buronan koruptor Anggoro Widjojo dan adiknya Anggodo Widjojo membuat perhitungan anggaran sebanyak Rp 5 miliar. Anggoro mengira anggaran itu borongan untuk tarif pengacara, polisi dan jaksa.
Berikut petikan rekaman yang diputar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (3/11) antara Anggodo Widjojo dengan seseorang.
Anggodo: Lex tadi tak pikir-pikir pada waktu bikin perhitungan anggaran sama Anggoro, apa maksud dia diborong lu sama Bonaran? Pembagian berapa berdua, Rp 5 M kan?
Seseorang: Perhitungan presentasinya ini kasus fee.
Anggodo: Pikiran dia (Anggoro) lu yang borong, polisi lu yang kasih, jaksa lu yang kasih, pikiran dia semua.
Seseorang: Nggak, sudah kita tegaskan waktu itu tidak termasuk anggaran yang lainnya.
Anggodo: Gua bisa mikir dia kira borongan, sudah termasuk included semuanya ya?
Seseorang: Nggak lah
Anggodo: Bonaran dapat Rp 2 M, ya ketinggian dong. Sudah jelas itu, nggak ada anggaran lagi semua.
Seseorang: Bukan tidak ada, ada anggaran lagi, nanti diusulkan, ini anggaran jangka pendek.
Anggodo-Penyidik Polri Ributkan Uang Rp 3,5 Miliar
Adik Anggoro Widjojo, Anggodo sempat meributkan hari dan tanggal pengiriman uang sebesar Rp 3,5 miliar. Salah seorang penyidik Polri yang namanya sempat tersebut dalam rekaman, Ari dan Parman, lupa kapan uang itu diberi Anggodo.
“Masalahnya Bapak nggak pernah nyebutin tanggal. Hari dan tanggal saya lupa,” kata salah seorang penyidik Mabes Polri dalam rekaman.
Anggodo menjelaskan kepada penyidik Polri kalau uang senilai Rp 3,5 miliar itu sudah diberikan tanggal 10 (tak disebutkan bulannya). “Tanggal 10 itu hari Minggu. Kamar siji. Aku minggu-minggu merono,” kata Anggodo dalam rekaman.
Penyidik Polri tersebut menyatakan memang uang tersebut ditukar oleh anak Anggodo sebanyak Rp 3,5 miliar. “Terus ditukar sama anak Pak Anggodo sebanyak Rp 3,5 miliar toh?,” kata penyidik tersebut.
Percakapan Anggodo dengan penyidik Polri tersebut mulai awal telepon hingga akhir bergulat seputar waktu pemberian uang tersebut. Belum jelas uang itu kaitannya dengan apa.
Rekaman Anggodo Memperlihatkan Adanya Mafioso Peradilan
Pengacara Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, Bambang Widjojanto, menilai rekaman yang diperdengarkan dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bukti tak terbantahkan adanya mafioso peradilan. Semua pihak terlibat dalam kasus ini sampai dengan pengacara.
“Penyidik diduga terlibat keras skenario. Harus dijelaskan secara lebih lanjut karena di situ ada nama penyidik Parman, Didik, Deni dan Guguk. Kalau betul mereka terlibat, itu memperlihatkan adanya mafioso yang tidak terbantahkan,” kata Bambang dalam jumpa pers usai persidangan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (3/11).
Menurut Bambang, Anggodo sebagai salah satu pemain utama dengan melibatkan Wisnu Subroto mencoba membangun skenario. Selain itu juga melibatkan Abdul Hakim Ritonga dan Irwan Nasution dari Kejaksaan Agung.
“Dari situ dihubungkan dengan Trunojoyo 3 alias SD. Itu orang yang diduga terlibat,” paparnya.
Semua skenario dan rekaman itu menunjukkan adanya niat bersama dari orang-orang yang terlibat dalam rekaman untuk menonaktifkan pimpinan KPK. “Kalau secara keseluruhan dibuka, ada juga lawyer yang ikut berperan, yaitu Kosasih, Bonaran dan Alex. Jadi lawyer jadi bagian penting dari seluruh permainan,” terangnya.
“Mereka semuanya menargetkan pimpinan KPK untuk dinonaktifkan yaitu, Pak Bibit dan Pak Chandra. 2 orang itu jadi target. Ini benar-benar ada rekayasa secara sistematis yang dilakukan,” ujar Bambang.
Susno Terbang ke Singapura Bersama Anggodo Alias Tony
Keberangkatan Komjen Pol Susno Duadji ke Singapura untuk bertemu dengan Anggoro Widjojo terungkap dalam rekaman dugaan rekayasa kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Susno terbang ke Singapura bersama Anggodo.
Hal itu terungkap dalam pembicaraan antara Anggodo Widjojo dengan pria yang diduga Wisnu Subroto.
Rekaman file pertama itu dibuka di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (3/11).
Saat berangkat ke Singapura, Anggodo mengaku bernama Tony. “Susno dari awal berangkat sama saya ke Singapura, dia udah tahu kalau Tony itu saya,” kata Anggodo.
Penyadapan Telepon Antasari-Anggoro di Singapura Dibuka Lain Waktu
KPK hanya melakukan penyadapan terhadap Anggodo, adik Anggoro Widjojo. Dalam penyadapan itulah diketahui ada sejumlah nama diduga pejabat tinggi Kejagung yang berkomunikasi dengan Anggodo.
“Jadi kami hanya melakukan penyadapan dengan Anggodo. Anggodo adalah adik tersangka Anggoro Widjojo, tersangka yang sudah ditetapkan KPK,” kata Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang uji materil UU KPK.
Dalam sidang tersebut, Tumpak sempat menanyakan pada majelis hakim apakah perlu diperdengarkan juga penyadapan terhadap Antasari Azhar yang bertemu dengan Anggoro di Singapura.
“Apa perlu kami perdengarkan rekaman Antasari yang bertemu dengan Anggoro di Singapura supaya lebih nyambung. Tapi ini (penyadapan) bukan (dilakukan) institusi KPK,” tanya Tumpak.
Dengan mempertimbangkan tidak adanya relevansi rekaman Antasari dengan rekaman Anggodo, ketua majelis makim Mahfud MD mempersilakan rekaman itu agar diperdengarkan di lain sidang.
“Sementara ini belum ada relevansinya. Mungkin di sidang berikutnya saja,” jawabnya.
TPF Panggil Susno, Anggodo, Antasari, Ritonga, Wisnu dan Ari
Hari Kamis (5/11) menjadi hari yang sibuk bagi TPF. Sebab tim bentukan Presiden SBY ini akan memanggil banyak nama yang diduga terkait dengan kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
“Kita akan panggil Bibit, Chandra, dan Antasari didampingi kuasa hukum masing-masing,” ujar Ketua TPF Adnan Buyung Nasution dalam jumpa pers di Gedung MK.
TPF juga akan memanggil Anggodo karena dalam rekaman terdengar Anggodo adalah tokoh sentral. “Tapi yang jadi pertanyaan sampai sekarang kenapa orang ini belum ditahan atau diperiksa dan tidak jelas keberadaannya,” ujar Buyung.
Selain itu, TPF akan memanggil Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga, Kabareskrim Komjen Susno Duadji, Ari Muladi dan Wisnu Subroto (mantan Jamintel). “TPF juga akan ketemu KPK,” ujar Buyung.
Pada hari Sabtu TPF akan melakukan gelar perkara dengan polisi dan jaksa, kemungkinan bertempat di Kejagung.
Mabes Polri: Mana Rekayasanya? Nggak Ada Tuh!
Rekaman dugaan rekayasa kriminalisasi atas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diputar di Mahkamah Konstitusi (MK). Wakabareksrim Mabes Polri Irjen Pol Didik Mulyana mempertanyakan di mana letak rekayasa yang selama ini disebut-sebut.
“Mana tuh rekayasanya? Nggak ada tuh rekayasanya,” ujar Dik Dik di Mabes Polri.
Dikdik, yang kini disebut-sebut sebagai calon kuat menggantikan posisi Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji pun enggan berkomentar lebih lanjut dan pergi meninggalkan wartawan.
Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Dik Dik Mulyana mengaku tidak khawatir soal pemutaran rekaman di Mahkamah Konstitusi (MK). Justru dari pemutaran rekaman terbukti tidak ada rekayasa.
“Sekarang itu sudah ditayangkan, mana rekayasanya? Anda dengar nggak? Anda dengar nggak,” kata Dikdik.
Dikdik justru senang dengan pemutaran rekaman itu. “Saya bersyukur, semakin terbuka, semakin kelihatan,” tambahnya.
Dia berharap, pemutaran rekaman bisa memberikan efek positif bagi kepolisian dalam penanganan kasus ini.
“Kita berharap bisa terungkap secara gamblang siapa yang merekayasa dan sebagainya,” imbuhnya.
Namun, saat ditanya mengenai penyidik bernama Parman yang namanya ada di dalam rekaman, Dikdik justru menjawab lain. “Tapi Anda dengar, tidak ada rekayasa kan,” kelitnya.
Polri Pertanyakan Parman yang Berbincang dengan Anggodo
Wadir Tipikor Mabes Polri Kombes Pol Benny Mokalu mengakui ada anak buahnya yang bernama Parman. Namun dia mempertanyakan siapa Parman yang dimaksud dalam rekaman pembicaraan dengan Anggodo.
“Ya ada anggota kita yang namanya Parman. Dia kompol tapi Parman siapa dulu? Nama Parman banyak dia dari dir (direktorat) berapa?” tanya balik Benny saat ditanya wartawan di Mabes Polri.
Berikut percakapan antara Anggodo dengan penyidik Polri bernama Parman pada 29 Juli 2009 yang diputar di sidang MK:
Anggodo: Bos, sementara saya nunggu dari Surabaya. Buktinya tiket. Kelihatannya kronologis saya yang benar.
Parman: Iya udah benar kok saya lihat di surat lalu lintas. Saya udah ngecek ke Imigrasi udah benar kok.
Anggodo: Nggak, aku takut kronologisku salah.
Parman: Itu diganti Pak, Pak Budi…. Jadinya Pak Gupuh yang tanda tangan. Jadi mungkin nanti minta tanda tangan Pak Anggodo lagi.
Anggodo: Aku ini diterapi, Pak. Kalau tanda terima dan BAP-nya dibawain anak saya, saya teken nyusul bisa ga dibawa ke sana?
Parman: Apanya?
Anggodo: Sekarang anakku, aku suruh ke Bang Farman (Parman-red)
Parman: Atau, engko aelah maren. Nggak pasti ngasih gitu, soalnya orang pada pelatihan semua tidak ada di kantor.
Anggodo: Kalo gitu begini Bang, aku besok sudah senggang. Abang siapin aja, tapi Abang tanda tanganken dulu. Jadi aku teken tinggal ambil.
Parman tanya ke temannya: Besok uda selesai belum, eee tak upayakanlah ya
Anggodo: Iya Bos maksud saya. Saya teken, bos bosnya sudah teken gitu loh. Termasuk Bos Farman gitu loh.
Parman: Terbalik, seharusnya Pak Anggodo dulu teken baru kita.
Wakil Ketua KPK: Rekayasa Semakin Jelas
Diputarnya rekaman dinilai semakin jelas adanya rekayasa kriminalisasi kasus Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. KPK berharap ada perbaikan setelah rekaman diputar dalam sidang MK.
“Mudah-mudahan ada perbaikan karena semakin jelas terkait masalahnya dan rekayasanya,” ujar Wakil Ketua KPK Haryono Umar di Gedung MK.
Rekaman rekayasa selesai diputar pukul 16.00 WIB. Dalam rekaman itu disebut-sebut RI-1, pejabat tinggi di kepolisian, dan pejabat tinggi di Kejagung. Bahkan dalam rekaman itu, nyawa Chandra akan dihabisi jika sudah masuk tahanan.
Kubu Bibit Samad Riyanto dan Chandara Hamzah menyatakan arah rekayasa kasus atas kedua petinggi KPK tersebut sudah mulai terlihat. Namun, Taufik Basari, pengacara Bibit dan Chandara menyatakan akan menunggu sidang selesai untuk membeberkannya.
“Arahnya ada. Tapi ini masih belum selesai. Jadi kita belum bisa statemen ada rekayasa atau tidak,” kata Taufik.
Yuliana Ong Sebut RI-1, Hadirin Serentak Berkata ‘Waah….’.
Percakapan antara wanita yang diduga Yuliana Ong Gunawan dan Anggodo menyebut RI-1. Mendengar hal tersebut, seluruh hadirin terkaget-kaget.
“Waaahh…,” begitu seru hadirin yang ada di lantai 2 ruang sidang MK.
Dialog tentang RI-1 tersebut memang menarik untuk disimak. Seluruh hadirin terkesima bahkan terkadang tersenyum. Tidak terkecuali para hakim MK.
Dalam dialog tersebut, Yuliana terkesan begitu membanggakan kedekatannya dengan SBY. Ia bahkan membanggakan diri dengan mengatakan ‘aksinya’ didukung oleh orang nomor 1 di Indonesia tersebut.
“Pokoknya, SBY itu mendukung kita, ngerti?” kata Yuliana pada Anggodo.
Anggoro-Anggodo Bicarakan Penahanan 60 Hari Pimpinan KPK
Anggodo Widjojo juga berkali-kali berkomunikasi dengan kakaknya Anggoro Widjojo yang berada di Singapura. Keduanya berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Mereka membahas perkembangan kasus pimpinan KPK termasuk penahanan selama 60 hari.
Demikian yang mengemuka dalam rekaman dugaan rekayasa kasus atas pimpinan KPK.
Dalam rekaman itu, kakak beradik itu membicarakan soal berita acara yang diduga akan dijadikan untuk menjerat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Berita acara wis sinkron, sudah sinkron (berita acara sudah sinkrong, sudah singkron) ,” kata Anggodo.
Namun agaknya Anggoro sedikit tidak percaya pada adiknya tersebut. “Wis to (sudah toh) ?” tanya Anggoro.
Anggoro pun mencoba meyakinkankan Anggoro. “Paling lambat Senin Selasa gelar, bar kuwi neng bunder (setelah itu di Gedung Bundar). Bunder wis siap (Bundar sudah siap),” kata Anggodo.
“Tapi sing nyidik tetep Truno (tapi yang menyidik tetap di Truno) to?” tanya Anggoro lagi.
“Iya, kan seko Truno dikirim neng Kejaksaan terus kan Kejaksaan P21 (iya, kan dari Truno dikirim ke Kejaksaan terus kan Kejaksaan P21),” jawab Anggodo.
“P21 iku opo (P21 itu apa)?” tanya Anggoro.
“BAP wis sempurna ngono lho (BAP sudah sempurna begitu loh),” jawab Anggodo.
“Terus ditahan?” tanya Anggodo lagi.
“Ditahan dulu 60 hari ambek Truno (ditahan 60 hari oleh Truno),” jawab Anggodo. Dan sambungan telepon terputus.
Takut Disadap, Anggodo & Anggota LPSK Janjian Ganti Nomor HP
Adik buron koruptor KPK Anggoro Widjojo, Anggodo Widjojo, melakukan pembicaraan dengan seorang pria yang diduga anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) I Ketut Sudiharsa. Takut disadap, mereka membuat janji untuk mengganti nomor selular masing-masing.
Hal ini terungkap dalam pemutaran rekaman dugaan kriminalisasi pimpinan KPK.
Berikut petikan rekaman dengan Anggodo dengan yang diduga Ketut:
Anggodo: Nomor HP saya tolong direkam lagi.
Ketut: Takutnya disadap tuh Pak. Lebih baik saya mau ganti nomor baru.
Anggodo: Telepon yang baru, Bapak telepon saya ini saya sudah punya yang baru.
Ketut: Untuk tanda tangan perjanjian. Kita ganti nomor baru, sampai di sini saja. Saya baru, Bapak juga baru ya, Pak
Anggodo: Bapak besok telepon saya ya
Ketut: Oke
Kubu Anggodo Sebut Antasari Pengkhianat
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar disebut sebagai pengkhianat oleh kubu Anggodo Widjojo. Hal itu terungkap dalam percakapan antara adik Anggoro Widjojo yang adalah buron kasus korupsi KPK itu dengan seseorang.
“Kita bukan pengkhianat, yang pengkhianat itu Antasari, KPK pun tidak komit akhirnya sama kita,” kata salah satu pria dalam rekaman dugaan kriminalisasi KPK yang diputar di sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Pria dalam percakapan itu juga meminta agar jangan bertindak melangkahinya. “Jangan ngelangkahi aku makanya,” katanya.
Dia juga mengatakan, Ari tidak usah disuap karena sudah berutang dengannya. “Ari mah nggak usah disogok, dia utang sama saya 7 turunan. Buktinya yang Chandra (Chandra M Hamzah) dia sudah tahu benar,” katanya.
Edi Soemarsono: Saya Tidak Tahu Menahu Soal Mercy
Adik buron koruptor KPK Anggoro Widjojo, Anggodo Widjojo, membicarakan tentang mobil Mercedes atas nama mantan Jamintel Wisnu Subroto. Anggodo membicarakan hal itu dengan seseorang bernama Edi. Edi Soemarsono membantah bila itu dirinya.
“Anggodo tidak pernah bicara dengan saya di telepon sejak marah,” kata Edi melalui telepon, Selasa (2/11).
Edi mengaku dirinya tidak terlibat pembicaraan dalam telepon, apalagi soal mobil Mercedes untuk orang yang disebut mantan Jamintel Wisnu Subroto.
“Itu bukan Edi saya,” terangnya.
Edi yang disebut dalam rekaman itu disebut-sebut yakni Edi seorang sopir. Dia yang membantu pengurusan surat-surat kendaraan.
TPF Akan Rapatkan Hasil Rekaman
Tim Pencari Fakta (TPF) ikut mendengarkan 9 file rekaman yang berisi dugaan rekayasa kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah itu, TPF akan merapatkan hasil rekaman itu. TPF juga akan meminta masukan LSM dan media massa.
“Kita masih mendengarkan seluruhnya rekaman. Setelah ini, TPF akan rapatkan hasil rekaman,” kata Ketua TPF Adnad Buyung Nasution.
Dikatakan dia, TPF akan bertemu dengan pimpinan KPK, tim pembela Bibit dan Chandra, LSM dan media massa untuk mendengar masukan-masukan.
“Jadi belum sahih kalau diberikan kesimpulan, kalau rekaman ini belum sepenuhnya didengar,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Buyung, TPF akan melakukan croos check setelah mendengar seluruh isi rekaman.
Buyung lalu bergegas meninggalkan kerumunan wartawan untuk makan siang. “Sudah dulu ya saya isi perut dulu,” kata pria berambut putih ini.
Saat pemutaran rekaman dugaan adanya rekayasa kasus Chandra dan Bibit, seluruh hadirin terpukau. Tidak terkecuali Tim Pencari Fakta (TPF) kasus tersebut.
Pantauan detikcom seluruh anggota TPF terlihat serius menyimak rekaman. Sesekali bahkan sang ketua tim Adnan Buyung Nasution terlihat mencatat isi tranksrip.
Saat pembacaan, sesekali juga hadirin tertawa ringan. Terutama saat nama Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Duadji disebut.
“Pak Susno ikut dengan saya ke Singapura,” kata Anggodo dalam rekaman yang langsung disambut tawa hadirin.
Tak Ikut Tonton Sidang MK, Jambin Kejagung Enggan Komentar
Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Jambin) Darmono mengaku tidak menonton sidang di Mahkamah Konstitusi yang disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi. Dia pun enggan berkomentar mengenai jalannya sidang tersebut.
“Oh, saya belum melihat. Saya tidak punya kompetensi untuk berkomentar,” kata Darmono.
Darmono juga menyangkal informasi yang beredar bahwa para pimpinan Kejagung menggelar rapat untuk menyikapi sidang MK. Rapat tersebut memang ada, namun hanya untuk membahas jabatan-jabatan yang kosong di daerah.
“Hanya membahas pejabat-pejabat yang kosong, misalnya jabatan Asdatun di Sulawesi Utara. Ya, akan kita isi,” jelas pejabat eselon I tersebut.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Kejagung menyangkut sidang MK yang memperdengarkan rekaman mengenai rekayasa kasus Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Sementara jaksa dan pegawai Kejagung tengah asyik menyaksikan televisi yang menyiarkan sidang itu.
Percakapan Dalam Bahasa Jawa, Buyung Mengaku Tetap Paham
Bahasa Jawa mendominasi sebagian besar percakapan dalam rekaman dugaan kriminalisasi pimpinan KPK. Bagi yang berasal dari Jawa mungkin tidak masalah. Bagaimana dengan Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Adnan Buyung Nasution yang notabene berasal dari Sumatera?
“Kalau ditanya isi rekaman saya paham. Karena saya besar di Yogyakarta,” kata Buyung di sela-sela sidang di MK.
Buyung mengaku, belum bisa memberikan komentar banyak soal isi rekaman, alasannya proses pemutaran masih dilakukan.
“Saya belum bisa berkomentar karena belum selesai. Soal rekaman nanti saja, ini belum selesai,” tutupnya.

Hendarman: Mundur Tergantung dari Presiden


Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan bahwa soal mundur atau tidak mundurnya dia dari jabatan Jaksa Agung, semuanya tergantung dari Presiden. "Karena yang mengangkat dan menurunkan saya, Bapak Presiden," katanya di Jakarta, Rabu (4/11).

Sebelumnya, sejumlah LSM menuntut Jaksa Agung dan Kapolri untuk mundur dari jabatannya seiring terkuaknya rekaman KPK yang menyebut-nyebut sejumlah oknum pejabat di lembaga penegak hukum tersebut terlibat dalam pembicaraan yang diduga merekayasa kasus dua pimpinan (nonaktif) KPK, Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah.

Hendarman menambahkan, dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden terkait jabatannya itu. "Jadi, saya terserah beliau (Presiden). Kalau saya dimundurin, berarti Tuhan telah menghendaki saya untuk istirahat," katanya.

Ketika ditanya wartawan mengenai permintaan mundur dari jabatannya secara pribadi, Hendarman menolak memberikan komentar. "Saya hanya taat asas dan prosedur karena bagi saya secara pribadi tidak meninggalkan gelanggang colong playu (melarikan diri dari permasalahan)," katanya.

"Pokoknya semua masalah akan saya hadapi, akan saya selesaikan sesuai prosedur yang ada," tuturnya.

Dia juga mengatakan, Kejagung siap menerima rekomendasi apa pun dari tim pencari fakta (TPF) kasus Bibit-Chandra. "Kalau TPF nanti memberikan suatu rekomendasi, tentunya saya akan menindaklanjuti," katanya.

Dalam kesempatan itu, Hendarman menyampaikan, TPF sudah mengagendakan pemanggilan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. "Kamis, Ritonga dipanggil TPF, gelar perkaranya tergantung TPF. Kalau TPF minta gelar perkara Jumat, saya siap, jaksanya juga sudah saya minta untuk menyiapkan," katanya.

"Kalau saya kan sudah mendengar Pak Ritonga klarifikasi, Pak Wisnu Subroto (mantan Jamintel) sudah saya klarifikasi, bagaimana nanti tinggal TPF melihat hasil rekaman itu dengan kedua orang itu," katanya.

TPF Panggil Semua Tokoh dalam Rekaman


inang Jakarta :
Tim pencari fakta (TPF) kasus pimpinan KPK nonaktif Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto akan memanggil semua nama pejabat maupun tokoh yang disebut dalam rekaman yang diputar di sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut ketua TPF Adnan Buyung Nasution, selain tokoh sentral Anggodo Widjojo, rekaman itu juga menyebut banyak nama pejabat di Kejaksaan Agung dan Kepolisian. “Semua perlu diverifikasi untuk dilakukan cross check atau uji silang, apa benar,” kata Buyung, Selasa (3/11).
Klarifikasi terhadap Bibit, Chandra, Antasari, Anggodo, kata Buyung, dijadwalkan Kamis (5/11). Pada Kamis itu, TPF juga akan meminta klarifikasi Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Rintonga dan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Susno Duaji.
Khusus kepada Susno, Buyung mengusulkan agar dinonaktifkan. “Dia (Susno) mestinya dibebaskantugaskan dulu, karena merupakan tokoh sentral dalam hal ini,” katanya.
Sementara, hari ini (Rabu), TPF bertemu Kapolri dan KPK. Mereka juga akan mengundang pimpinan media massa dan tokoh masyarakat. Tim Independen menjadwalkan gelar perkara pada Sabtu (6/11) mendatang.
Buyung mengatakan, Anggodo Widjojo memiliki peran sentral dalam rekaman itu. “Bersama kita sudah dengar rekaman itu, Anggodo yang berperan sentral,” kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini.
Ia mengaku belum bisa mengambil satu kesimpulan terhadap rekaman itu. “Terlalu dini untuk menarik kesimpulan,” kata mantan jaksa ini.
Anggota TPF Todung Mulya Lubis mengatakan, keterlibatan pejabat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam rekaman tersebut juga memprihatinkan. “LPSK itu nama baru, prihatin LPSK ada dalam rekaman itu,” ujarnya.
Todung juga enggan berkomentar mengenai rekaman tersebut. “Terlalu prematur, kami akan verifikasi dulu,” kata dia.
Terhadap keamanan Chandra yang mendapat ancaman dibunuh jika masuk ke panjara, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana yang juga menjadi sekretaris di TPF mengatakan, Presiden SBY telah memberi jaminan keselamatan mereka berdua.
“Tidak boleh ada yang terjadi dengan Bibit dan Chandra,” kata Denny.
Buyung menambahkan, TPF juga akan melakukan verifikasi terhadap hal-hal yang disebut dalam rekaman, termasuk kebenaran apakah benar Presiden SBY mengirimkan surat terkait perlindungan terhadap Anggoro Widjojo, tersangka perkara korupsi.
“Terkait surat (RI-1), kami akan menyimak apa surat itu betul,” ujar Buyung.
Ritonga dan Wisnu
Sementara itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, ia akan menindak Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga dan mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Wisnu Subroto jika TPF mengeluarkan rekomendasi berdasarkan hasil penyelidikan. Hal itu terkait nama keduanya disebut-sebut dalam rekaman itu.
“Kalau nanti TPF memberi rekomendasi, saya akan tindak lanjut,” kata Hendarman.
Menurut Hendarman, pihaknya akan akomodatif terhadap TPF. Dia menjamin Ritonga dan Wisnu akan memenuhi panggilan TPF.
Hal yang sama juga akan dilakukan Polri terhadap anggotanya yang namanya disebut-sebut dalam rekaman itu. Menurut Kadiv Propam Polri Irjen Pol Oegroseno, Polri belum bisa mengambil tindakan terkait disebutnya sejumlah nama penyidik Polri dalam rekaman. Namun, Propam akan memproses bila menemukan bukti.
“Nanti diproses dulu kalau ada. Kita belum dapat apa-apa,” jelas Oegroseno.
Namun Oegroseno mengaku, proses ini akan diselidiki lebih dahulu. “Jangan ke saya dulu, nanti kalau ada laporan kan kita punya Paminal (Pengamanan Internal Polri), kita tunggu Paminal baru diproses,” terangnya.
Sedang terkait isu pergantian posisi Kabareskrim, pihaknya mengaku belum tahu. “Belum tahu tindaklanjutnya, enggak tahu saya. Saya mau ke airport,” terang Oegroseno yang saat itu memakai pakaian dinas lengkap.
Selain Susno, sejumlah petinggi Polri juga muncul dalam rekaman, seperti staf ahli Polri Inspektur Jenderal Hadiatmoko (saat itu menjabat Wakil Kepala Bareskrim), Wakil Kepala Bareskrim Inspektur Jenderal Dikdik M Arif Mansur, penyidik Direktorat Tipikor Mabes Polri Komisaris Parman dan Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri Komisaris Besar Benny Mokalu.
Benny Mokalu mengaku siap menanggung risiko. “Tidak apa-apa kami jadi ngetop. Tapi artinya polisi siap dengan segala risiko. Dan ini tidak hanya polisi Indonesia saja, tapi di seluruh dunia seperti itu,” ujarnya.

Mereka yang disebut - sebut dalam rekaman KPK


Susno Duaji

Komjen Pol Susno Duaji boleh dibilang sebagai salah seorang tokoh sentral dalam “perseteruan” antara polisi dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia adalah Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri. Dalam terminologi polisi Kabareskrim acap juga disebut Trunojoyo 3. Trunojoyo adalah nama jalan di mana Mabes Polri berada. Trunojoyo 1 merujuk pada Kapolri, sementara Trunojoyo 2 mengacu pada Wakapolri.

Susnolah yang pertamakali mencetuskan istilah “cicak” melawan “buaya”. Ia yang memimpin penyelidikan dan penyidikan dalam perkara pimpinan KPK (nonaktif) Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah yang berujung pada penahanan terhadap keduanya.

Kepala Polri Bambang Hendarso Danuri akhirnya menyatakan permintaan maaf secara terbuka di hadapan para pemimpin media massa, Senin (2/11). Menurut Bambang, “cicak” dan “buaya” adalah pernyataan oknum pejabat Polri dan bukan pernyataan institusi Polri.

“Saya sebagai Kepala Polri meminta maaf atas pernyataan itu," tegas Bambang. Ia menegaskan, akan ada langkah konkret yang akan diambil terhadap Susno.

Nama Susno berulangkali juga disebut dalam percakapan telepon Anggodo dan sejumlah orang.

Pada 22 Juli terjadi percakapan antara Anggodo dan mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Baroto.

"Nanti malam saya rencananya ngajak si Edi (Edi Sumarsono) sama Ari (Ari Muladi) ketemu Truno 3 (Kabareskrim Komjen Susno Duadji)," kata Anggodo kepada Wisnu.

Pada 30 Juli 2009, Anggodo kembali menghubungi Wisnu.

Anggodo : Pak tadi jadi ketemu.
Wisnu : Udah, akhirnya Kosasih (pengacara) yang tahu persis teknis di sana. Suruh dikompromikan di sana. Kosasih juga sudah ketemu Pak Susno. Dia juga ketemu Pak Susno lagi dengan si Edi. Yang penting kalau dia tidak mengaku susah kita. Yang saya penting, dia menyatakan waktu itu supaya membayar Chandra atas perintah Antasari.
Anggodo : Nah itu. Wong waktu di malam si itu dipeluk anu tak nanya, kok situ bisa ngomong. Si Ari dipeluk karena teriak-teriak, dipeluk sama Chandra itu kejadian.
Wisnu : Bohong, nggak ada kejadian, kamuflase saja.

.....................

Anggodo : Susno itu dari awal berangkat sama saya ke Singapura, itu dia sudah tau Toni itu saya, sudah ngerti Pak. Yang penting dia enggak usah masalahin Susno itu kan urusan penyidik Pak. Yang penting dia ngakuin itu bahwa dia yang merintahken untuk nyogok Chandra, itu aja.
Wisnu : Sekarang begini, dia perintah kan udah Ari denger, you denger kan sudah selesai. Dia gak ngaku kan sal.. ga anu..gitu aja
Anggodo : Tapi kalo dia gak ngebantu kita Pak, terjerumus. Dia benci sama Susno
Wisnu : Biarin aja. Tapi nyatanya dia ngomong dipanggil Susno
Anggodo : Dipanggil cuma ditanyain aja, dipancing Susno
Wisnu : Saya sudah ingatken jangan nanti kena sasaran enggak, masuk penjara semua. Udah tak gitu-gituin juga

Dalam percakapan lain dengan seorang lelaki yang tidak diketahui identitasnya, Anggodo berucap dengan nada gembira soal kemenangan.

Anggodo : Ternyata Truno 3 komitmennya tinggi sama saya
Lelaki : O, gitu bos yo
Anggodo : Lho, kan wis mlebu bos (Lho, kan sudah masuk bos)
Lelaki : Iyo toh
Anggodo : Gak dilebokno tapi wis TSK, saiki nonaktif. Tapi gak gathuk koncone kene situk. (Gak dimasukkan, tapi sudah jadi tersangka. Sekarang nonaktif. Tapi, teman kita satu kena.)
Lelaki : OC
Anggodo : Dudu, Bibit. (Bukan, Bibit)
Lelaki : O, iku ternyata kene. (O, itu ternyata (teman) kita)
Anggodo : Lek iku kan jek kancane kene bos, tapi nek situk chandra sesuk dilebokno malah tak pateni neng njero. (Lha, itu kan temen sebenernya temen kita sendiri Bos, tapi kalau besok Chandra yang dimasukin malah saya bunuh di dalam)

Sabtu, 31 Oktober 2009

Serangan Israel ke Al-Aqsa di Kecam Dunia


Insiden di kompleks Masjidil Aqsa, Ahad (25/10), yang mencederai puluhan warga Palestina mendapat kecaman keras dari berbagai belahan dunia. Masjid Al-Aqsa adalah masjid bersejarah bagi Umat Islam karena menjadi tempat Isra Mi'raj Nabi Muhammad S.A.W.

Minggu sore, bentrokan pecah di Yerusalem Timur. Kala itu ratusan pemuda Palestina berunjuk rasa, menyusul kabar Masjidil Aqsa akan diserbu kelompok Yahudi garis keras. Ratusan polisi Israel menghadang dengan melontarkan granat kejut dan semprotan air. Pemuda Palestina membalas dengan lemparan batu dan siraman minyak. Bentrokan meluas ke luar Masjid Al-Aqsa. Sebanyak 33 orang cedera dan 18 warga Palestina ditangkap, termasuk seorang penasihat Presiden Palestina.

Protes bermunculan. Bukan cuma berbentuk unjuk rasa. Organisasi Negara Konferensi Islam, OKI, akan menggelar rapat luar biasa membahas insiden ini, 1 November mendatang di Arab Saudi. Di Jakarta, DPP Golkar juga menyuarakan kecaman.

Sekadar mengingatkan, Yerusalem Timur dicaplok Israel tahun 1967 dari Yordania dan dijadikan sebagai ibukota di luar Tel Aviv. Padahal Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan Yerusalem sebagai kota internasional, karena sebagian besar penduduknya beragama Islam. Sejak itu, ketegangan selalu muncul dengan warga muslim yang ingin beribadah di masjid suci umat Islam itu.

Tentara Israel hanya membolehkan warga Palestina di bawah usia 15 tahun atau di atas lima puluh tahun memasuki Masjid Al-Aqsa. Ketegangan meruncing setelah Dewan Arkeologi Israel melanjutkan penggalian di sekitar Masjid Al-Aqsa. Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu berkali-kali menegaskan tak akan berbagi kota Yerusalem dengan Palestina. Presiden Amerika Serikat Barack Obama, yang mestinya jadi penengah, juga pernah menegaskan hal yang sama: Yerusalem tetap milik Israel. Inilah yang membuat sejumlah kalangan pesimistis perdamaian segera terwujud di kawasan itu.

RINCIAN SERANGAN ISRAEL TERHADAP MASJID AL AQSHA


16 orang terluka dan lainya ditangkap dalam operasi Zionis pagi ini (28/9), menyusul bentrokan kelompok radikal Yahudi berusaha menyerbu Haram Al-Sharif bertepatan dengan hari “pengampunan”. Peristiwa ini mengingatkan kita pada serangkaian serangan terhadap al-Haram Al-Qudsi oleh Israel bersama kelompok radikal Yahudi sejak pendudukan tahun 1967 hingga hari ini. Yang paling anyar adalah serangan kelompok radikal Yahudi pada Ahad lalu (25/10) dibawa kawalan polisi Zionis Israel ke halaman masjid Al-Aqsha. Namun upaya itu dihadang oleh jama’ah masjid hingga menimbulkan 10 korban luka dan 15 lainnya ditangkap pihak Zionis Israel. Berikut rincian serangan dan penindasan tersebut:

Pada tahun 1967, setelah perang di bulan Juni, tentara Israel menduduki Tembok Barat dan menyita bagian dari Waqaf Masjid Al-Aqsa .

Mereka membongkar wilayah Magharibah dan menghancurkan 138 gedung, termasuk didalamnya sekolah favorit dan Al-Jami Buraq serta Masjid Magharibah. Kemudian berlanjut pada serangkaian serangan lainya.

Pada 9 Agustus 1969, seorang rabi di militer Zionis, Shlomo Goren masuk ke Al-Haram Al-Quds memimpin geng Yahudi yang berjumlah sekitar lima puluh orang untuk menunaikan “doa” di dalamnya.

Pada 21 Agustus 1969, orang Yahudi radikal berkewarganegaraan Australia bernama Michael Dennis Rohan membakar Masjid Al Aqsa, yang mengakibatkan kehancuran mimbar Salahuddin yang berusia lebih dari delapan ratus tahun serta langit-langit atapnya juga ikut terbakar.

Pada 2 November 1969 Yigal Alon, Wakil Perdana Menteri Israel dan para pembantunya memasuki Al-Haram Al-Quds.

Pada 11 Juli 1971 kelompok gerakan Betar yang terdiri dari 12 anak muda memasuki Masjid al-Aqsha dan melakukan ritual ibadah didalamnya.

Pada 22 Juli 1971 sekelompok gerakan Betar melakukan doa di Al-Haram Al-Quds.

Pada 14 Januari 1989, beberapa anggota Knesset melakukan tindakan provokatif dengan menggelar bacaan yang suka disebut “rahmat suci” di dalam Al-Aqsha dengan pengawalan ketat kepolisian Israel.

Pada 18 Oktober 1990, ekstremis Yahudi meletakkan batu pertama untuk pembangunan Haikal yang mereka klaim berada di areal Al-Haram Al-Quds. Sementara itu ribuan Palestina bangkit berupaya menghentikannya, hingga terjadinya bentrokan dan masuknya tentara Israel. Mereka menembaki warga yang menyebabkan 21 orang gugur syahid dan 150 lainya luka-luka.

Pada 28 September 2000, mantan perdana menteri Israel yang saat itu pemimpin Partai Likud Ariel Sharon, menyerbu Masjid Al-Aqsha Masjid dikawal puluhan orang bersenjata, hingga memicu meletusnya intifadah Al-Aqsha, yang menewaskan dan melukai ribuan warga Palestina.

Pada 23 Juli 2007, sekitar tiga ratus yahudi menyerbu Al-Aqsha dan melakukan ritual ibadah di dalamnya.

Pada 16 September 2008, kelompok Yahudi ekstremis menyerbu halaman Al-Aqsa Masjid dari Gerbang Magharibah.

Pada 9 Oktober 2008 sejumlah kelompok besar pemukim dan rabi serta politisi Israel dibawah penjagaan katat kepolisian Israel melakukan aksi yahudisasi di wilayah Al-Ahram Syarif.

Pada 9 Februari 2009, ratusan wisatawan dan turis Israel yang mengenakan “pakaian seronok” memasuki Masjid Al-Aqsa.

Pada 11 Maret 2009, sekelompok orang yang terdiri dari tiga puluh ultra kanan Yahudi mengenakan pakaian yang tidak pantas menyerbu halaman Masjid Al-Aqsha untuk menggelar upacara keagamaan.

Pada 14 April 2009, puluhan pemukim Yahudi menyerbu halaman Al-Aqsha untuk melakukan ritual ibadah pada hari Paskah Yahudi.

Pada 24 September 2009, anggota unit “ahli bahan peledak” dalam kawalan kepolisian Israel menyerbu Masjid Al Aqsa dan jalan-jalan di dalamnya.

Pada 27 September 2009, terjadi bentrokan dengan polisi Israel dan kelompok Yahudi di dalam Haram al-Sharif dan di depan gerbangnya yang mengakibatkan 16 warga Palestina cidera dan lainya ditangkap.

Bentrokan itu terjadi setelah polisi Israel menyerbu halaman masjid dari gerbang Magharibah dan menembaki jama’ah shalat dengan peluru dan granat suara. Mereka berupaya membubarkan barisan kaum muslimin yang berjaga-jaga di gerbang Al-Aqsha untuk menghalau serangan kelompok radika

BPK Perlu Dukungan Politik dalam Masalah Century


Jakarta—Ada dua kasus besar yang dipertontonkan pada panggung politik Indonesia saat ini, yaitu kasus KPK dan Bank Century. Keduanya telah masuk ke DPR dan memasuki babak baru dalam upaya penyelesaiannya.

Babak baru kasus Bank Century telah dimulai ketika kejaksaan agung menyatakan tidak ada unsur pidana dalam aliran dana Bank Century. Kontan, pernyataan ini menimbulkan polemik di DPR yang kemudian memecah DPR menjadi dua kelompok, kelompok yang mendukung hak angket dan kelompok yang belum bersikap terhadap pernyataan tersebut.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menegaskan sikapnya untuk tidak menolak maupun mendukung hak angket terhadap kasus bail out Bank Century. Setidaknya, hal yang mendasari keputusan tersebut, yaitu menginstitusionalisasikan lembaga BPK dengan memberi kewenangan untuk menyelesaikan audit investigasi terhadap aliran dana Bank Century. Seperti telah diketahui publik, Bank Century mendapat suntikan dana sebesar 6,7 trilyun, jauh melampaui batas minimal dana talangan dari LPS sebesar 1,3 trilyun. Dana tersebut diyakini lari ke kantong-kantong nasabah tertentu, bahkan salah satunya adalah tim sukses pemilihan presiden pada pemilu lalu.

“Ini soal menginstitusionalisasikan keputusan-keputusan yang ada di DPR sendiri. BPK diberi wewenang untuk melakukan audit investigasi terhadap Bank Century. Kesamaan terhadap kelompok yang mendukung hak angket adalah perlunya dukungan politik terhadap BPK,” ujar Andi Rahmat, anggota F-PKS, di press room DPR RI.

Laporan sementara BPK yang telah diberikan belum mencerminkan suatu upaya yang sistematis, yang mendalam, dan sepertinya tidak bisa menghasilkan kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, DPR meminta agar BPK memperluas cakupan auditnya lebih dari sekadar yang dilakukan dalam laporan sementara tersebut.

Dukungan politik terhadap BPK amat diperlukan agar BPK tidak dikriminalisasi dan merasa aman. Jaminan untuk menjalankan kewenangannya membuat BPK dapat mengambil keputusan yang tepat dalam audit investigasi yang dilakukannya.

Hasil audit investigasi tersebut akan digunakan oleh F-PKS untuk menentukan sikap. “Setelah sampai hasil auditnya kepada kami, baru kami pilah, apakah ini masuk ranah angket, ataukah ranah pidana, aturan hukumnya sudah jelas. Kalau nanti BPK menyimpulkan bahwa ada unsur pidana dalam penyaluran bail out Century, itu bukan ranah angket,” ujar Andi yang juga anggota Komisi XI.

Tentang isu partai koalisi diinstruksikan untuk menolak hak angket oleh SBY, Andi menepisnya. “Selama ini tidak ada pembicaraan dengan presiden mengenai masalah ini. Beliau menyerahkan kepada kami. Ini bukan soal koalisi atau tidak koalisi, kami harus yakin betul jika kami sudah mengambil keputusan yang benar, atau mengambil tindakan politik yang benar terhadap suatu persoalan,” ujarnya.

Di sisi lain, F-PDIP dan F-Hanura mempertegas komitmen untuk menggulirkan hak angket terhadap masalah Bank Century ini. F-PDIP bahkan membentuk tim investigasi yang sudah bekerja sejak beberapa hari lalu. Maruarar Sirait, salah satu anggota tim investigasi tersebut, mengatakan bahwa ada tiga poin penting yang akan diungkap dalam hak angket nanti. "Pertama, mempertanyakan ke mana saja dana itu mengalir. Kedua, untuk siapa atau lembaga mana saja yang menerima. Ketiga, untuk kepentingan apa dana tersebut digunakan," ujar politisi muda PDIP yang akrab dipanggil Ara ini.

Ara juga mengungkapkan bahwa BPK bisa saja dikriminalisasi seperti KPK, makanya dalam situasi ini, BPK perlu dukungan politik dalam menjalankan kewenangannya.

Pakar Hukum dan Tata Negara, Irman Putra Sidin, dalam kesempatan yang sama, juga menuturkan pendapatnya bahwa menunggu hasil audit BPK lalu mengambil tindakan adalah sikap yang tepat dalam situasi ini. Ia bahkan cenderung menyudutkan upaya hak angket yang akan dilakukan sebagian anggota DPR. "Lihat saja berapa banyak hak angket yang sudah dibentuk DPR, mana hasilnya? Paling itu akan jadi bargaining position mereka di pusat-pusat kekuasaan," ujarnya. Rupanya, ia menganggap hak angket adalah 'gertakan' oleh sebagian fraksi DPR untuk menaikkan posisi mereka di mata pemerintah.

Sebelumnya di tempat terpisah, pakar ekonomi, Drajat Wibowo mengusulkan agar DPR segera menggulirkan hak angket soal Bank Century. Menurut Drajat, hal ini penting untuk memberikan dukungan kepada BPK bahwa lembaga ini memang tidak bertindak sendiri, melainkan atas permintaan lembaga yang berwenang yakni DPR. Karena menurut Drajat, ada kecenderungan kalau BPK takut dikriminalisasi jika berjalan sendiri.

Drajat menambahkan, laporan awal BPK sebelumnya sudah bisa dijadikan acuan DPR untuk menggulirkan hak angket. Karena jika kasus ini berlarut-larut, tidak tertutup kemungkinan data-data tentang kasus ini akan hilang.