
SERAHKAN BUKTI REKAMAN: Plt. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Tumpak Hatorangan Panggabean (kanan) menyerahkan sebuah map yang berisi sebuah piringan cakram dan sejumlah transkrip dari rekaman yang diduga berisi pembicaraan melalui telepon antara Anggodo Wijaya, adik tersangka korupsi Anggoro Wijaya, dan sejumlah pihak penegak hukum sebagai barang bukti kepada panitera di sidang lanjutan uji materi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (3/11)
Jakarta
Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) resmi dibuka oleh ketua Mahfud MD. Semua pimpinan KPK hadir dalam sidang yang akan memperdengarkan rekaman yang diduga berisi rekayasa kriminalisasi atas pimpinan KPK itu.
“Hari ini agenda kita adalah untuk mendengarkan keterangan saksi dan ahli sekaligus juga akan mendengarkan rekaman. Silakan kepada hadirin untuk memperkenalkan diri,” ujar Ketua MK Mahfud MD di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (3/11).
Kemudian pimpinan KPK memperkenalkan diri satu per satu mulai dari Ketua plt pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
“Kami dari KPK lima orang pimpinan hadir bersama tim biro hukum dan operator yang kami butuhkan untuk memperdengarkan rekaman,” kata Tumpak.
MK Setuju Bibit & Chandra Hadiri Sidang
Pengacara Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghadirkan kedua pimpinan nonaktif KPK tersebut. Ketua majelis hakim Mahfud MD pun menyetujuinya.
“MK mengizinkan memanggil saksi. Tapi tidak boleh menunda sidang hari ini,” kata Mahfud.
Pengacara Bibit-Chandra, Bambang Widjayanto mengatakan, agar sidang terlebih dahulu mendengarkan saksi dan ahli baru mendengarkan isi rekaman yang diduga berisi skenario penghancur KPK.
“Diusulkan terlebih dahulu didengar saksi dan ahli baru rekaman. Kami sudah mengirimkan ke Bareskrim untuk menghadirkan Bibit-Chandra,” ujar Bambang.
Rekaman Tersegel di Amplop Coklat, Diserahkan Tumpak ke Mahfud
Rekaman dugaan rekayasa kasus kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Rekaman yang tersegel dalam amplop coklat itu diserahkan langsung oleh Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
“Ini tersegel, dan karena ini rahasia maka kami akan membukanya dengan rahasia juga,” kata Tumpak.
Setelah dibuka, Tumpak pun langsung menuju ke arah Ketua Majelis Hakim Mahfud MD untuk menyerahkan rekaman itu. “Jadi ini ada satu cakram (cd) ya dan 7 bendel dengan ketebalan yang berbeda-beda,” kata Mahfud.
Rekaman dugaan rekayasa kriminalisasi atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbentuk 1 cakram (cd). Durasinya sekitar 4,5 jam.
“Itu ada 9 file dan menurut staf di KPK yang telah membuka durasinya sekitar 4,5 jam,” kata Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
9 file tersebut yakni kasus Masaro oleh Anggoro, perincian uang Anggoro oleh Ari Muladi, minta bantuan ke Kejaksaan, pencatutan nama RI 1, minta bantuan LSPK, menyusun dari suap ke pemerasan, lapor buat yang menang dan buat CMH, perhitungan fee pihak terkait, untuk mempengaruhi AM kembali ke BAP awal.
Rekaman Dibuka untuk Umum
Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi mengumumkan akan membuka rekaman dari KPK di persidangan agar didengarkan oleh publik.
“Kami putuskan rekaman ini akan diperdengarkan dalam sidang terbuka untuk umum,” kata Ketua MK Mahfud MD.
Mahfud meminta seluruh hadirin untuk tidak bertepuk tangan, berkomentar ataupun berteriak ‘huuu’ dalam persidangan.
“Untuk pemberitaan, terserah. Itu tanggung jawab masing-masing,” kata Mahfud.
Anggoro Beri Tarif Borongan Rp 5 M untuk Pengacara, Polisi & Jaksa
Buronan koruptor Anggoro Widjojo dan adiknya Anggodo Widjojo membuat perhitungan anggaran sebanyak Rp 5 miliar. Anggoro mengira anggaran itu borongan untuk tarif pengacara, polisi dan jaksa.
Berikut petikan rekaman yang diputar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (3/11) antara Anggodo Widjojo dengan seseorang.
Anggodo: Lex tadi tak pikir-pikir pada waktu bikin perhitungan anggaran sama Anggoro, apa maksud dia diborong lu sama Bonaran? Pembagian berapa berdua, Rp 5 M kan?
Seseorang: Perhitungan presentasinya ini kasus fee.
Anggodo: Pikiran dia (Anggoro) lu yang borong, polisi lu yang kasih, jaksa lu yang kasih, pikiran dia semua.
Seseorang: Nggak, sudah kita tegaskan waktu itu tidak termasuk anggaran yang lainnya.
Anggodo: Gua bisa mikir dia kira borongan, sudah termasuk included semuanya ya?
Seseorang: Nggak lah
Anggodo: Bonaran dapat Rp 2 M, ya ketinggian dong. Sudah jelas itu, nggak ada anggaran lagi semua.
Seseorang: Bukan tidak ada, ada anggaran lagi, nanti diusulkan, ini anggaran jangka pendek.
Anggodo-Penyidik Polri Ributkan Uang Rp 3,5 Miliar
Adik Anggoro Widjojo, Anggodo sempat meributkan hari dan tanggal pengiriman uang sebesar Rp 3,5 miliar. Salah seorang penyidik Polri yang namanya sempat tersebut dalam rekaman, Ari dan Parman, lupa kapan uang itu diberi Anggodo.
“Masalahnya Bapak nggak pernah nyebutin tanggal. Hari dan tanggal saya lupa,” kata salah seorang penyidik Mabes Polri dalam rekaman.
Anggodo menjelaskan kepada penyidik Polri kalau uang senilai Rp 3,5 miliar itu sudah diberikan tanggal 10 (tak disebutkan bulannya). “Tanggal 10 itu hari Minggu. Kamar siji. Aku minggu-minggu merono,” kata Anggodo dalam rekaman.
Penyidik Polri tersebut menyatakan memang uang tersebut ditukar oleh anak Anggodo sebanyak Rp 3,5 miliar. “Terus ditukar sama anak Pak Anggodo sebanyak Rp 3,5 miliar toh?,” kata penyidik tersebut.
Percakapan Anggodo dengan penyidik Polri tersebut mulai awal telepon hingga akhir bergulat seputar waktu pemberian uang tersebut. Belum jelas uang itu kaitannya dengan apa.
Rekaman Anggodo Memperlihatkan Adanya Mafioso Peradilan
Pengacara Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, Bambang Widjojanto, menilai rekaman yang diperdengarkan dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bukti tak terbantahkan adanya mafioso peradilan. Semua pihak terlibat dalam kasus ini sampai dengan pengacara.
“Penyidik diduga terlibat keras skenario. Harus dijelaskan secara lebih lanjut karena di situ ada nama penyidik Parman, Didik, Deni dan Guguk. Kalau betul mereka terlibat, itu memperlihatkan adanya mafioso yang tidak terbantahkan,” kata Bambang dalam jumpa pers usai persidangan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (3/11).
Menurut Bambang, Anggodo sebagai salah satu pemain utama dengan melibatkan Wisnu Subroto mencoba membangun skenario. Selain itu juga melibatkan Abdul Hakim Ritonga dan Irwan Nasution dari Kejaksaan Agung.
“Dari situ dihubungkan dengan Trunojoyo 3 alias SD. Itu orang yang diduga terlibat,” paparnya.
Semua skenario dan rekaman itu menunjukkan adanya niat bersama dari orang-orang yang terlibat dalam rekaman untuk menonaktifkan pimpinan KPK. “Kalau secara keseluruhan dibuka, ada juga lawyer yang ikut berperan, yaitu Kosasih, Bonaran dan Alex. Jadi lawyer jadi bagian penting dari seluruh permainan,” terangnya.
“Mereka semuanya menargetkan pimpinan KPK untuk dinonaktifkan yaitu, Pak Bibit dan Pak Chandra. 2 orang itu jadi target. Ini benar-benar ada rekayasa secara sistematis yang dilakukan,” ujar Bambang.
Susno Terbang ke Singapura Bersama Anggodo Alias Tony
Keberangkatan Komjen Pol Susno Duadji ke Singapura untuk bertemu dengan Anggoro Widjojo terungkap dalam rekaman dugaan rekayasa kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Susno terbang ke Singapura bersama Anggodo.
Hal itu terungkap dalam pembicaraan antara Anggodo Widjojo dengan pria yang diduga Wisnu Subroto.
Rekaman file pertama itu dibuka di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (3/11).
Saat berangkat ke Singapura, Anggodo mengaku bernama Tony. “Susno dari awal berangkat sama saya ke Singapura, dia udah tahu kalau Tony itu saya,” kata Anggodo.
Penyadapan Telepon Antasari-Anggoro di Singapura Dibuka Lain Waktu
KPK hanya melakukan penyadapan terhadap Anggodo, adik Anggoro Widjojo. Dalam penyadapan itulah diketahui ada sejumlah nama diduga pejabat tinggi Kejagung yang berkomunikasi dengan Anggodo.
“Jadi kami hanya melakukan penyadapan dengan Anggodo. Anggodo adalah adik tersangka Anggoro Widjojo, tersangka yang sudah ditetapkan KPK,” kata Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang uji materil UU KPK.
Dalam sidang tersebut, Tumpak sempat menanyakan pada majelis hakim apakah perlu diperdengarkan juga penyadapan terhadap Antasari Azhar yang bertemu dengan Anggoro di Singapura.
“Apa perlu kami perdengarkan rekaman Antasari yang bertemu dengan Anggoro di Singapura supaya lebih nyambung. Tapi ini (penyadapan) bukan (dilakukan) institusi KPK,” tanya Tumpak.
Dengan mempertimbangkan tidak adanya relevansi rekaman Antasari dengan rekaman Anggodo, ketua majelis makim Mahfud MD mempersilakan rekaman itu agar diperdengarkan di lain sidang.
“Sementara ini belum ada relevansinya. Mungkin di sidang berikutnya saja,” jawabnya.
TPF Panggil Susno, Anggodo, Antasari, Ritonga, Wisnu dan Ari
Hari Kamis (5/11) menjadi hari yang sibuk bagi TPF. Sebab tim bentukan Presiden SBY ini akan memanggil banyak nama yang diduga terkait dengan kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
“Kita akan panggil Bibit, Chandra, dan Antasari didampingi kuasa hukum masing-masing,” ujar Ketua TPF Adnan Buyung Nasution dalam jumpa pers di Gedung MK.
TPF juga akan memanggil Anggodo karena dalam rekaman terdengar Anggodo adalah tokoh sentral. “Tapi yang jadi pertanyaan sampai sekarang kenapa orang ini belum ditahan atau diperiksa dan tidak jelas keberadaannya,” ujar Buyung.
Selain itu, TPF akan memanggil Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga, Kabareskrim Komjen Susno Duadji, Ari Muladi dan Wisnu Subroto (mantan Jamintel). “TPF juga akan ketemu KPK,” ujar Buyung.
Pada hari Sabtu TPF akan melakukan gelar perkara dengan polisi dan jaksa, kemungkinan bertempat di Kejagung.
Mabes Polri: Mana Rekayasanya? Nggak Ada Tuh!
Rekaman dugaan rekayasa kriminalisasi atas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diputar di Mahkamah Konstitusi (MK). Wakabareksrim Mabes Polri Irjen Pol Didik Mulyana mempertanyakan di mana letak rekayasa yang selama ini disebut-sebut.
“Mana tuh rekayasanya? Nggak ada tuh rekayasanya,” ujar Dik Dik di Mabes Polri.
Dikdik, yang kini disebut-sebut sebagai calon kuat menggantikan posisi Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji pun enggan berkomentar lebih lanjut dan pergi meninggalkan wartawan.
Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Dik Dik Mulyana mengaku tidak khawatir soal pemutaran rekaman di Mahkamah Konstitusi (MK). Justru dari pemutaran rekaman terbukti tidak ada rekayasa.
“Sekarang itu sudah ditayangkan, mana rekayasanya? Anda dengar nggak? Anda dengar nggak,” kata Dikdik.
Dikdik justru senang dengan pemutaran rekaman itu. “Saya bersyukur, semakin terbuka, semakin kelihatan,” tambahnya.
Dia berharap, pemutaran rekaman bisa memberikan efek positif bagi kepolisian dalam penanganan kasus ini.
“Kita berharap bisa terungkap secara gamblang siapa yang merekayasa dan sebagainya,” imbuhnya.
Namun, saat ditanya mengenai penyidik bernama Parman yang namanya ada di dalam rekaman, Dikdik justru menjawab lain. “Tapi Anda dengar, tidak ada rekayasa kan,” kelitnya.
Polri Pertanyakan Parman yang Berbincang dengan Anggodo
Wadir Tipikor Mabes Polri Kombes Pol Benny Mokalu mengakui ada anak buahnya yang bernama Parman. Namun dia mempertanyakan siapa Parman yang dimaksud dalam rekaman pembicaraan dengan Anggodo.
“Ya ada anggota kita yang namanya Parman. Dia kompol tapi Parman siapa dulu? Nama Parman banyak dia dari dir (direktorat) berapa?” tanya balik Benny saat ditanya wartawan di Mabes Polri.
Berikut percakapan antara Anggodo dengan penyidik Polri bernama Parman pada 29 Juli 2009 yang diputar di sidang MK:
Anggodo: Bos, sementara saya nunggu dari Surabaya. Buktinya tiket. Kelihatannya kronologis saya yang benar.
Parman: Iya udah benar kok saya lihat di surat lalu lintas. Saya udah ngecek ke Imigrasi udah benar kok.
Anggodo: Nggak, aku takut kronologisku salah.
Parman: Itu diganti Pak, Pak Budi…. Jadinya Pak Gupuh yang tanda tangan. Jadi mungkin nanti minta tanda tangan Pak Anggodo lagi.
Anggodo: Aku ini diterapi, Pak. Kalau tanda terima dan BAP-nya dibawain anak saya, saya teken nyusul bisa ga dibawa ke sana?
Parman: Apanya?
Anggodo: Sekarang anakku, aku suruh ke Bang Farman (Parman-red)
Parman: Atau, engko aelah maren. Nggak pasti ngasih gitu, soalnya orang pada pelatihan semua tidak ada di kantor.
Anggodo: Kalo gitu begini Bang, aku besok sudah senggang. Abang siapin aja, tapi Abang tanda tanganken dulu. Jadi aku teken tinggal ambil.
Parman tanya ke temannya: Besok uda selesai belum, eee tak upayakanlah ya
Anggodo: Iya Bos maksud saya. Saya teken, bos bosnya sudah teken gitu loh. Termasuk Bos Farman gitu loh.
Parman: Terbalik, seharusnya Pak Anggodo dulu teken baru kita.
Wakil Ketua KPK: Rekayasa Semakin Jelas
Diputarnya rekaman dinilai semakin jelas adanya rekayasa kriminalisasi kasus Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. KPK berharap ada perbaikan setelah rekaman diputar dalam sidang MK.
“Mudah-mudahan ada perbaikan karena semakin jelas terkait masalahnya dan rekayasanya,” ujar Wakil Ketua KPK Haryono Umar di Gedung MK.
Rekaman rekayasa selesai diputar pukul 16.00 WIB. Dalam rekaman itu disebut-sebut RI-1, pejabat tinggi di kepolisian, dan pejabat tinggi di Kejagung. Bahkan dalam rekaman itu, nyawa Chandra akan dihabisi jika sudah masuk tahanan.
Kubu Bibit Samad Riyanto dan Chandara Hamzah menyatakan arah rekayasa kasus atas kedua petinggi KPK tersebut sudah mulai terlihat. Namun, Taufik Basari, pengacara Bibit dan Chandara menyatakan akan menunggu sidang selesai untuk membeberkannya.
“Arahnya ada. Tapi ini masih belum selesai. Jadi kita belum bisa statemen ada rekayasa atau tidak,” kata Taufik.
Yuliana Ong Sebut RI-1, Hadirin Serentak Berkata ‘Waah….’.
Percakapan antara wanita yang diduga Yuliana Ong Gunawan dan Anggodo menyebut RI-1. Mendengar hal tersebut, seluruh hadirin terkaget-kaget.
“Waaahh…,” begitu seru hadirin yang ada di lantai 2 ruang sidang MK.
Dialog tentang RI-1 tersebut memang menarik untuk disimak. Seluruh hadirin terkesima bahkan terkadang tersenyum. Tidak terkecuali para hakim MK.
Dalam dialog tersebut, Yuliana terkesan begitu membanggakan kedekatannya dengan SBY. Ia bahkan membanggakan diri dengan mengatakan ‘aksinya’ didukung oleh orang nomor 1 di Indonesia tersebut.
“Pokoknya, SBY itu mendukung kita, ngerti?” kata Yuliana pada Anggodo.
Anggoro-Anggodo Bicarakan Penahanan 60 Hari Pimpinan KPK
Anggodo Widjojo juga berkali-kali berkomunikasi dengan kakaknya Anggoro Widjojo yang berada di Singapura. Keduanya berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Mereka membahas perkembangan kasus pimpinan KPK termasuk penahanan selama 60 hari.
Demikian yang mengemuka dalam rekaman dugaan rekayasa kasus atas pimpinan KPK.
Dalam rekaman itu, kakak beradik itu membicarakan soal berita acara yang diduga akan dijadikan untuk menjerat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Berita acara wis sinkron, sudah sinkron (berita acara sudah sinkrong, sudah singkron) ,” kata Anggodo.
Namun agaknya Anggoro sedikit tidak percaya pada adiknya tersebut. “Wis to (sudah toh) ?” tanya Anggoro.
Anggoro pun mencoba meyakinkankan Anggoro. “Paling lambat Senin Selasa gelar, bar kuwi neng bunder (setelah itu di Gedung Bundar). Bunder wis siap (Bundar sudah siap),” kata Anggodo.
“Tapi sing nyidik tetep Truno (tapi yang menyidik tetap di Truno) to?” tanya Anggoro lagi.
“Iya, kan seko Truno dikirim neng Kejaksaan terus kan Kejaksaan P21 (iya, kan dari Truno dikirim ke Kejaksaan terus kan Kejaksaan P21),” jawab Anggodo.
“P21 iku opo (P21 itu apa)?” tanya Anggoro.
“BAP wis sempurna ngono lho (BAP sudah sempurna begitu loh),” jawab Anggodo.
“Terus ditahan?” tanya Anggodo lagi.
“Ditahan dulu 60 hari ambek Truno (ditahan 60 hari oleh Truno),” jawab Anggodo. Dan sambungan telepon terputus.
Takut Disadap, Anggodo & Anggota LPSK Janjian Ganti Nomor HP
Adik buron koruptor KPK Anggoro Widjojo, Anggodo Widjojo, melakukan pembicaraan dengan seorang pria yang diduga anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) I Ketut Sudiharsa. Takut disadap, mereka membuat janji untuk mengganti nomor selular masing-masing.
Hal ini terungkap dalam pemutaran rekaman dugaan kriminalisasi pimpinan KPK.
Berikut petikan rekaman dengan Anggodo dengan yang diduga Ketut:
Anggodo: Nomor HP saya tolong direkam lagi.
Ketut: Takutnya disadap tuh Pak. Lebih baik saya mau ganti nomor baru.
Anggodo: Telepon yang baru, Bapak telepon saya ini saya sudah punya yang baru.
Ketut: Untuk tanda tangan perjanjian. Kita ganti nomor baru, sampai di sini saja. Saya baru, Bapak juga baru ya, Pak
Anggodo: Bapak besok telepon saya ya
Ketut: Oke
Kubu Anggodo Sebut Antasari Pengkhianat
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar disebut sebagai pengkhianat oleh kubu Anggodo Widjojo. Hal itu terungkap dalam percakapan antara adik Anggoro Widjojo yang adalah buron kasus korupsi KPK itu dengan seseorang.
“Kita bukan pengkhianat, yang pengkhianat itu Antasari, KPK pun tidak komit akhirnya sama kita,” kata salah satu pria dalam rekaman dugaan kriminalisasi KPK yang diputar di sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Pria dalam percakapan itu juga meminta agar jangan bertindak melangkahinya. “Jangan ngelangkahi aku makanya,” katanya.
Dia juga mengatakan, Ari tidak usah disuap karena sudah berutang dengannya. “Ari mah nggak usah disogok, dia utang sama saya 7 turunan. Buktinya yang Chandra (Chandra M Hamzah) dia sudah tahu benar,” katanya.
Edi Soemarsono: Saya Tidak Tahu Menahu Soal Mercy
Adik buron koruptor KPK Anggoro Widjojo, Anggodo Widjojo, membicarakan tentang mobil Mercedes atas nama mantan Jamintel Wisnu Subroto. Anggodo membicarakan hal itu dengan seseorang bernama Edi. Edi Soemarsono membantah bila itu dirinya.
“Anggodo tidak pernah bicara dengan saya di telepon sejak marah,” kata Edi melalui telepon, Selasa (2/11).
Edi mengaku dirinya tidak terlibat pembicaraan dalam telepon, apalagi soal mobil Mercedes untuk orang yang disebut mantan Jamintel Wisnu Subroto.
“Itu bukan Edi saya,” terangnya.
Edi yang disebut dalam rekaman itu disebut-sebut yakni Edi seorang sopir. Dia yang membantu pengurusan surat-surat kendaraan.
TPF Akan Rapatkan Hasil Rekaman
Tim Pencari Fakta (TPF) ikut mendengarkan 9 file rekaman yang berisi dugaan rekayasa kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah itu, TPF akan merapatkan hasil rekaman itu. TPF juga akan meminta masukan LSM dan media massa.
“Kita masih mendengarkan seluruhnya rekaman. Setelah ini, TPF akan rapatkan hasil rekaman,” kata Ketua TPF Adnad Buyung Nasution.
Dikatakan dia, TPF akan bertemu dengan pimpinan KPK, tim pembela Bibit dan Chandra, LSM dan media massa untuk mendengar masukan-masukan.
“Jadi belum sahih kalau diberikan kesimpulan, kalau rekaman ini belum sepenuhnya didengar,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Buyung, TPF akan melakukan croos check setelah mendengar seluruh isi rekaman.
Buyung lalu bergegas meninggalkan kerumunan wartawan untuk makan siang. “Sudah dulu ya saya isi perut dulu,” kata pria berambut putih ini.
Saat pemutaran rekaman dugaan adanya rekayasa kasus Chandra dan Bibit, seluruh hadirin terpukau. Tidak terkecuali Tim Pencari Fakta (TPF) kasus tersebut.
Pantauan detikcom seluruh anggota TPF terlihat serius menyimak rekaman. Sesekali bahkan sang ketua tim Adnan Buyung Nasution terlihat mencatat isi tranksrip.
Saat pembacaan, sesekali juga hadirin tertawa ringan. Terutama saat nama Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Duadji disebut.
“Pak Susno ikut dengan saya ke Singapura,” kata Anggodo dalam rekaman yang langsung disambut tawa hadirin.
Tak Ikut Tonton Sidang MK, Jambin Kejagung Enggan Komentar
Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Jambin) Darmono mengaku tidak menonton sidang di Mahkamah Konstitusi yang disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi. Dia pun enggan berkomentar mengenai jalannya sidang tersebut.
“Oh, saya belum melihat. Saya tidak punya kompetensi untuk berkomentar,” kata Darmono.
Darmono juga menyangkal informasi yang beredar bahwa para pimpinan Kejagung menggelar rapat untuk menyikapi sidang MK. Rapat tersebut memang ada, namun hanya untuk membahas jabatan-jabatan yang kosong di daerah.
“Hanya membahas pejabat-pejabat yang kosong, misalnya jabatan Asdatun di Sulawesi Utara. Ya, akan kita isi,” jelas pejabat eselon I tersebut.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Kejagung menyangkut sidang MK yang memperdengarkan rekaman mengenai rekayasa kasus Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Sementara jaksa dan pegawai Kejagung tengah asyik menyaksikan televisi yang menyiarkan sidang itu.
Percakapan Dalam Bahasa Jawa, Buyung Mengaku Tetap Paham
Bahasa Jawa mendominasi sebagian besar percakapan dalam rekaman dugaan kriminalisasi pimpinan KPK. Bagi yang berasal dari Jawa mungkin tidak masalah. Bagaimana dengan Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Adnan Buyung Nasution yang notabene berasal dari Sumatera?
“Kalau ditanya isi rekaman saya paham. Karena saya besar di Yogyakarta,” kata Buyung di sela-sela sidang di MK.
Buyung mengaku, belum bisa memberikan komentar banyak soal isi rekaman, alasannya proses pemutaran masih dilakukan.
“Saya belum bisa berkomentar karena belum selesai. Soal rekaman nanti saja, ini belum selesai,” tutupnya.